Studi Pelaksanaan Kerja Ilmiah dalam
Pembelajaran Sains SD Kelas IV
di Kota Blitar
Lilik Bintartik
Wasih
Rochani
Abstract: Diterapkannya kurikulum 2004 di SD yang berupa kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah salah satu perkembangan yang harus segera ditanggapi dengan seksama oleh semua pihak yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan di SD, utamanya guru. Karena guru merupakan ujung tombak pelaksanaan pendidikan.
Guru merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas (Idris, 2000:546).
Kurikulum 2004 merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Hal yang menonjol dalam kurikulum 2004 adalah diguna-kannya pandangan konstruktivisme dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Artinya, aktivitas siswa dan guru pada pembelajaran semua bidang studi, khususnya Sains ada dalam kerangka pandangan kontruktivisme. Dengan kalimat yang sederhana pandangan konstruktivisme mengatakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak (Dahar, 1989:159). Agar terjadi proses membangun pengetahuan, siswa harus berinteraksi dengan lingkungan belajarnya melalui tangan pertama (pengalaman lang-sung), sehingga anak memiliki pengalaman yang akan dikonstruksi dalam pikirannya dan menjadi pengetahuan miliknya. Dengan kata lain dalam belajar, anak hanya melakukan aktivitas hand on dan minds on.
Pada tahun 2005/2006 ini di kelas IV merupakan tahun ke 2 menggunakan kurikulum 2004. Karena sudah memasuki tahun ke 2 maka diharapkan sudah terjadi perubahan skenario pembelajaran. Dan pembelajaran yang dilatari teori belajar behavioristik pada kurikulum sebelumnya menjadi pembelajaran yang dilatari leon belajar konstruk-tivistik pada kurikulum 2004. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi, khususnya bidang studi Sains.
Dalam kurikulum 2004 pengertian Sains ditulis sebagai berikut. Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga Sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupa-kan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2003:1). Dan pengertian tersebut tampak bahwa siswa dituntut untuk mengembangkan kerja ilmiah/proses Sains dalam rangka membangun/memperoleh/menemukan pengetahuan. Artinya guru tidak boleh memberitahukan secara langsung konsep-konsep yang sedang dipelajari siswa. Berdasarkan pengertian tersebut maka ruang lingkup mata pelajaran’Sains di SD meliputi aspek kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Pada rambu-rambu pembelajaran Sains secara eksplisit ditulis bahwa aspek kerja ilmiah bukanlah bahan ajar, melainkan cara untuk menyampaikan bahan pembelajaran. Oleh karena itu aspek kerja ilmiah terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran (Depdiknas, 2003: 6).
Dalam kurikulum 2004 juga ditulis bahwa pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembang-kan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk ―mencari tahu‖ dan ―berbuat‖ sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pema-haman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Terkait dengan pen-tingnya pengembangan pengalaman langsung dalam pembelajaran Sains SD, maka wahana yang tepat untuk mewujudkan hal tersebut adalah dikembangkannya kerja ilmiah dalam pembelajaran Sains SD. Empat komponen utama yang tercakup dalam kerja ilmiah adalah (1) penye-lidikan ilmiah, (2) berkomunikasi ilmiah, (3) pengembangan kreativitas dalam pemecahan masalah, dan (4) pengembangan sikap dan nilai ilmiah.
Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran Sains berorientasi pada siswa. Peran guru bergeser dan menentukan ―apa yang akan dipelajari‖ ke ―bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa‖. Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lain. Ada 6 pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran Sains, yaitu: Empat pilar pendidikan, rnkuiri Sains, konstruktivisme, Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat, pemecahan masalah, dan pembelajaran Sains yang bermuatan nilai. Di samping itu kegiatan pembelajaran Sains dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti pengamatan, pengujian/ penelitian, diskusi, penggalian informasi mandiri melalui tugas baca, wawancara, simulasilbermain peran, nyanyian, demonstrasi peragaan model. Kegiatan pembelajaran lebih diarahkan pada pengalaman belajar langsung daripada pengajaran (mengajar). Guru berperan sebagai fasilitator sehingga siswa lebih aktif berperan dalam proses belajar. Guru terbiasa memberikan peluang seluas-luasnya agar siswa dapat belajar lebih bermakna dengan memberi respon yang mengaktifkan semua siswa secara positif dan edukatif (Depdiknas,2004:6).
Kerja ilmiah yang tersurat dalam kurikulum 2004 merupakan salah satu dan dua komponen standart kompetensi bahan kajian sains. Standar kompetensi mata pelajaran Sains dalam Kurikulum SD/MI 2004
menjelaskan keempat aspek yang tercakup dalam kerja ilmiah tersebut adalah sebagai berikut. (1) Penyelidikan penelitian adalah kemampuan siswa menggali pengetahuan yang berkaitan dengan alam dan produk teknologi melalui refleksi dan analisis untuk merencanakan, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, membuat kesimpulan, serta menilai rencana prosedur dan hasilnya. Aspek ini menurut Hendro dan Jenny (1991/1992:64) merupakan keterampilan proses merencanakan dan melaksanakan penelitian eksperimen. Di samping itu di dalamnya juga terdapat keterampilan proses mengamati, mengklasifikasi, dan menginterpretasi data. (2) Berkomunikasi ilmiah adalah kemampuan siswa mengkomunikasikan pengetahuan ilmiah hasil temuan dan kajian-nya kepada berbagai kelompok sasaran untuk berbagai tujuan. Ber-komunikasi dapat dilakukan baik secara lisan maupun tertulis. Keterampilan berkomunikasi memang perlu dikembangkan karena meru-pakan keterampilan yang sangat penting untuk memupuk kemampuan siswa demi hari depannya (Hendro & Jenny, 1991/1992:69). (3) Pengem-bangan kretivitas dalam pemecahan masalah adalah kemam-puan siswa berkreatifitas dalam memecahkan masalah dalam membuat keputusan dengan menggunakan metode ilmiah. (4) Sikap dan nilai ilmiah ialah kemampuan siswa mengembangkan sikap ingin tahu, tidak percaya tahayul, jujur dalam menyajikan data faktual, terbuka pada pikiran dan gagasan baru, kreatif dalam menghasilkan karya ilmiah, peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan, serta tekun dan teliti (Depdiknas, 2004:5).
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan deskriptif. Dipilih penelitian deskriptif karena penelitian yang dilakukan menjelaskan/ menggambarkan variabel masa sekarang (sedang terjadi), yaitu variabel pelaksanaan kerja ilmiah dalam pembelajaran Sains SD kelas IV tahun pelajaran 2005/2006. Populasinya semua SD yang ada di Kota Blitar dengan jumlah 65 SD dan tersebar di tiga kecamatan. Sampel ditentukan secara purposif sampel sebanyak 6 SD di 3 kecamatan. Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi dan angket. Lembar observasi digunakan untuk mengamati dokumen berupa rencana pembelajaran (RP) yang dibuat guru. Informasi yang digali antara lain tentang jenis dan frekuensi kerja ilmiah yang direncanakan oleh guru. Angket digunakan untuk menggali informasi dari guru dan siswa. Angket untuk siswa digunakan untuk menjaring informasi tentang jenis-jenis kerja ilmiah dan frekuensi pelaksanaan masing-masing jenis kerja ilmiah. hambatan yang dialami guru dalam melaksanakan kerja ilmiah dalam pembelajaran Sains. Angket untuk guru digunakan untuk cross cek data pelaksanaan kerja ilmiah dalam pembelajaran Sains yang berasal dari siswa Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan angket. Lembar observasi digunakan untuk mengamati dokumen berupa rencana pembelajaran (RP) yang dibuat guru. Informasi yang digali antara lain tentang jenis dan frekuensi kerja ilmiah yang direncanakan oleh guru. Angket digunakan untuk menggali informasi dari guru dan siswa. Angket untuk siswa digunakan untuk menjaring informasi tentang jenis-jenis kerja ilmiah dan frekuensi pelaksanaan masing-masing jenis kerja ilmiah. Angket untuk guru digunakan untuk cross cek data pelaksanaan kerja ilmiah dalam pembelajaran Sains yang berasal dari siswa, dan hambatan yang dialami guru dalam melaksanakan kerja ilmiah dalam pembelajaran Sains. Data yang sudah terkumpul dianalisis dengan teknik deskriptif, berupa persentase. Teknik persentase digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kerja ilmiah sudah dilaksanakan dalam pembelajaran Sains di SD Kota Blitar. Persentase dan frekuensi pelaksanaan kerja ilmiah tersebut dikategorisasikan sebagai berikut. Jika mencapai lebih dari 75% tergolong baik, jika mencapai antara 55%-74% tergolong cukup, dan jika mencapai kurang dari 55% tergolong jelek atau kurang.
HASIL
Kemampuan Penyelidikan
Untuk pelaksanaan kemampuan penyelidikan, 69% responden menjawab melakukan pengamatan dan mencatat hasil pengamatan untuk mengumpulkan data, 48% responden mengajukan pertanyaan berkaitan dengan hal-hal yang akan dan sedang diamati. Sementara itu indikator menyusun rencana percobaan atau pengamatan dan mengolah data tidak tampak sama sekali. Jadi pada sub variabel penyelidikan yang terdiri dari empat indikator hanya muncul dua indikator.
Kemampuan Berkomunikasi Ilmiah
Untuk pelaksanaan berkomunikasi ilmiah, 68% responden mengatakan membuat laporan hasil percobaan atau pengamatan dan kemudian melaporkannya. Namun demikian siswa tidak pernah diminta menyajikan data dalam bentuk lain, misalnya gambar dan aneka grafik. Jadi pada sub variabel berkomunikasi ilmiah yang terdiri dari dua indikator hanya muncul satu indikator.
Upaya Pengembangan Kreativitas dalam Pemecahan Masalah
Untuk pelaksanaan upaya pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah, yang terdiri dari dua indikator, yaitu menemukan masalah dan mengajukan alternatif pemecahan masalah, 100% respon-den mengatakan tidak pernah diajak maupun dilibatkan. Artinya dua indikator tersebut tidak muncul sama sekali.
Pengembangan Sikap dan Nilai Ilmiah
Untuk pelaksanaan upaya pengembangan sikap dan nilai ilmiah, 56% responden mengatakan berkembang rasa ingin tahunya, kemampuan kerja sama dan rasa tanggung jawabnya. Tetapi mereka tidak berkomen-tar tentang kerja keras dan sikap peduli terhadap lingkungan. Jadi pada sub variabel pengembangan sikap dan nilai ilmiah yang terdiri dari lima indikator hanya muncul tiga indikator. Dua indikator yaitu kerja keras dan peduli terhadap lingkungan tidak tampak.
Hambatan yang Dialami Guru
Sementara itu beberapa hambatan yang dialami guru dalam pelaksanaan kerja ilmiah pada pembelajaran Sains SD kelas IV terdapat gradasi sebagai berikut. Pembelajaran Sains menjadi (1) menggunakan banyak alat, (2) memerlukan banyak biaya, (3) memerlukan banyak waktu, (4) memerlukan ketlatenan dan kesabaran ekstra, (5) banyak aspek yang dinilai, di samping itu juga (6) peralatan belum memadai atau
kurang lengkapnya alat bantu belajar serta (7) kurangnya dukungan dari wali murid.
BAHASAN
Pelaksanaan Kerja Ilmiah
Empat sub variabel kerja ilmiah yang muncul tiga sub variabel. Empat sub variabel tersebut di atas terdiri dari 13 indikator. Pada penelitian ini muncul 6 indikator, dengan rata-rata frekuensi 59%. Indi-kator yang muncul ialah (1) melakukan pengamatan dan mencatat hasil pengamatan untuk mengumpulkan data 69%; (2) membuat laporan hasil percobaan atau pengamatan dan kemudian melaporkannya 68%; (3) berkembang rasa ingin tahunya; (4) kemampuan kerja sama; (5) rasa tanggung jawabnya, masing-masing 59%; dan (6) mengajukan pertanya-an berkaitan dengan hal-hal yang akan dan sedang diamati, 48%. Jadi rata-rata frekuensinya 59%. Dengan demikian pelaksanaan kerja ilmiah pada Pembelajaran Sains SD kelas IV di Kota Blitar pada Tahun Pelajaran 2005/2006 dapat dikatagorikan cukup. Hal ini menunjukkan bahwa kemauan guru untuk melaksanakan pembelajaran Sains dalam dimensi proses sudah ada, namun masih memerlukan bimbingan dan contoh nyata untuk mewujudkan pembelajaran Sains dalam dimensi proses. Dimensi proses ini justru sangat penting dalam menunjang proses perkembangan anak didik secara utuh karena dapat melibatkan segenap aspek psikologis anak yang meliputi kognitif, afektif, dan psikomotoris. Melalui dimensi proses ini anak didik tidak hanya memperoleh pengetahuan tetapi juga memperoleh kemampuan untuk menggali sendiri pengetahuan itu dari alam bebas (Soendjojo dan Kaligis, 1991/1992: 4). Di samping itu dalam dimensi proses dapat dikembangkan ―sikap ilmiah‖.
Bimbingan dan contoh nyata yang diperlukan meliputi (1) bagaimana melibatkan siswa untuk menyusun rencana percobaan atau pengamatan; (2) mengolah data; (3) menyajikan data dalam berbagai bentuk; (4) bagaimana membimbing siswa menemukan masalah; (5) bagaimana membimbing siswa untuk mengajukan alternatif pemecahan masalah; (6) bagaimana memotivasi siswa untuk bekerja keras; dan (7) bagaimana memupuk kepedulian siswa terhadap lingkungan. Menemukanmasalah dan mengajukan alternatif pemecahan masalah adalah indikator dari pengembangan kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah (Kurikulum 2004:31), namun tidak muncul dalam pelaksanaan pembelajaran. Sementara itu kreatifitas merupakan modal penting bagi seseorang untuk dapat beradaptasi terhadap tantangan jaman (Johni, 2003). Demikian pula dengan sikap peduli terhadap lingkungan merupakan faktor penting untuk pelestarian alam dan kehidupan.
Ditinjau dari perspektif konstruktivisme yang dikemukakan Tobin & Timons (1994) bahwa pembelajaran mengandung empat kegiatan inti, yaitu: (1) berkaitan dengan prior knowledge siswa; (2) mengandung kegiatan pengalaman nyata (experiences); (3) terjadi interaksi sosial (social interaction); dan (4) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense making), maka pembelajaran Sains yang terjadi di SD Kota Blitar masih memunculkan dua kegiatan. Dua kegiatan yang muncul tersebut adalah pengalaman nyata melalui pengamatan dan interaksi sosial melalui kerja kelompok. Sementara itu pengetahuan awal siswa dan kepekaan terhadap lingkungan belum mendapat perhatian dari guru. Pengetahuan awal siswa berkaitan erat dengan prinsip belajar berkesinambungan, yaitu proses belajar yang selalu dimulai dari apa-apa yang telah dimiliki oleh siswa (Soendjojo dan Kaligis, 1991/1992:12).
Frekuensi Pelaksanaan Masing-masing Kerja Ilmiah
Kerja ilmiah pada pembelajaran Sains SD kelas IV yang dianjurkan oleh kurikulum (2004:31) meliputi (1) penyelidikan; (2) ber-komunikasi ilmiah; (3) pengembangan kreatifitas dan pemecahan masa-lah; serta (4) pengembangan sikap dan nilai ilmiah. Empat macam kerja ilmiah tersebut terdiri dari 13 indikator. Pada tahun pelajaran 2005/2006 di SD Kota Blitar pelaksanaan kerja ilmiah meliputi (1) penyelidikan; (2) berkomunikasi ilmiah; dan (3) pengembangan sikap dan nilai ilmiah. Dari 13 indikator yang muncul 6 indikator dengan frekuensi rata-rata 59%.
Bila diurutkan maka dominasi indikator yang muncul ialah (1) melakukan pengamatan dan mencatat hasil pengamatan untuk mengumpulkan data 69%; (2) membuat laporan hasil percobaan atau pengamatan dan kemudian melaporkannya 68%; (3) berkembang rasa ingin tahunya; (4) kemampuan kerja sama; (5) rasa tanggung jawabnya,
masing-masing 59%; dan (6) mengajukan pertanyaan berkaitan dengan hal-hal yang akan dan sedang diamati, 48%.
Melakukan pengamatan, mencatat hasil pengamatan untuk mengumpulkan data (69%) dan mengajukan pertanyaan berkaitan dengan hal-hal yang akan dan sedang diamati (48%) adalah indikator dari kerja ilmiah melakukan penyelidikan. Indikator yang muncul rata-rata frekuensinya 59%. Sementara itu dua indikator yang lain yaitu menyusun rencana percobaan atau pengamatan dan mengolah data tidak tampak. Fenomena ini menunjukkan bahwa kegiatan penyelidikan yang paling sering dilakukan oleh siswa dalam belajar Sains adalah melakukan pengamatan, mencatat hasil pengamatan dan megajukan pertanyaan dengan frekuensi pelaksanaan sekitar 59%. Namun tidak semua sekolah melaksanakannya, karena hanya 59% responden yang menyatakan mela-kukan. Di samping itu fenomena ini juga menunjukkan bahwa apa yang akan diamati oleh siswa sudah ditentukan oleh guru, karena siswa tidak dilibatkan dalam merencanakan percobaan maupun pengamatan. Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan oleh anggapan guru bahwa siswa SD kelas IV masih terlalu kecil untuk diajak merencanakan sesuatu. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Soendjojo dan Kaligis (1991/1992:11) bahwa proses sains di SD dapat dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada akhirnya akan terbentuk paduan yang lebih utuh sehingga anak SD dapat melakukan penelitian sederhana. Namun demikian kegiatan melibatkan siswa merencanakan percobaan atau pengamatan dan mengolah data sebaiknya sudah mulai dilakukan sebagai wujud bahwa kita mengakui eksistensinya. Kebutuhan untuk diterima dan diakui eksistensinya oleh orang lain merupakan salah satu dari lima kebutuhan hakiki manusia (Maslow, 1954 dalam Soendjojo dan Kaligis, 1991/1992).
Membuat laporan hasil pengamatan dan kemudian melaporkannya (68%) adalah indikator berkomunikasi ilmiah, sedangkan indikator menyajikan data dalam bentuk lain tidak tampak. Fenomena ini menunjukkan bahwa upaya guru untuk mengembangkan kempuan siswa berkomunikasi ilmiah sudah cukup bagus, tetapi masih kurang bervariasi. Hal ini ditunjukkan oleh fenomena siswa tidak diberi kesempatan menyajikan data dalam bentuk gambar, aneka grafik atau simbul yang lain. Artinya siswa yang memiliki potensi selain bahasa tulis, misalnya
menggambar dan ekspresi yang lain kurang mendapat kesempatan untuk berkembang. Dengan demikian pelaksanaan berkomunikasi ilmiah ter-masuk dalam kategori cukup.
Rasa ingin tahu, kemauan kerjasama dan bertanggung jawab (masing-masing frekuensinya 56%) adalah tiga dari lima indikator pengembangan sikap dan nilai ilmiah. Indikator sikap kerja keras dan peduli terhadap lingkungan tidak muncul. Fenomena ini menunjukkan bahwa pengembangan sikap dan nilai ilmiah masuk kategori cukup. Menurut Soendjojo dan Kaligis (1991/1992:8) sikap ingin tahu adalah sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari obyek yang diamatinya. Kata benar disini artinya rasional atau masuk akal dan obyektif atau sesuai dengan kenyataan. Anak usia SD mengungkapkan rasa ingin tahunya dengan jalan bertanya. Adalah tugas guru untuk memberikan kemudahan bagi anak untuk mendapatkan jawaban yang benar (Soendjojo & Kaligis, 1991/1992:8). Sementara itu anak usia SD memang perlu dipupuk sikapnya untuk dapat bekerja sama dengan yang lain, karena di era globalisasi ini kita dituntut untuk dapat bekerjasama dengan orang lain, bahkan dengan bangsa lain. Sikap kerjasama dapat dipupuk melalui kegiatan misalnya kerja kelompok, pengumpulan data, diskusi untuk menarik kesimpulan hasil pengamatan dan lain-lain. Sikap bertanggung jawab pada anak usia SD dapat dilakukan melalui kegiatan membuat dan melaporkan hasil pengamatan, hasil eksperimen atau hasil kerja yang lain kepada teman, guru atau orang lain dengan sejujur-jujurnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa frekuensi pelaksanaan kerja ilmiah termasuk dalam katagori cukup dalam sisi kuantitas maupun kualitas. Artinya banyaknya indikator yang muncul dari masing-masing kerja ilmiah termasuk dalam katagori cukup. Demikian juga pada sisi frekuensi pelaksanaan dari indikator yang muncul juga masih dalam katagori cukup.
Hambatan yang Dialami Guru
Ada beberapa hambatan yang dialami guru dalam pelaksanaan kerja ilmiah pada pembelajaran Sains SD kelas IV, yaitu; Pembelajaran Sains menjadi (1) menggunakan banyak alat; (2) memerlukan banyak biaya; (3) memerlukan banyak waktu; (4) memerlukan ketelatenan dan kesabaran ekstra; (5) banyak aspek yang dinilai, di samping itu juga; (6) peralatan belum memadai atau kurang lengkapnya alat bantu belajar; serta (7) kurangnya dukungan dari wali murid. Tampaknya semua hambatan yang dikemukakan guru tersebut tidak ada artinya jika disadari betapa besar pengaruh kerja ilmiah terhadap proses perkembangan siswa. Karena hanya dengan melaksanakan pembelajaran Sains yang mengintegrasikan aspek kerja ilmiahlah yang dapat berfungsi sebagai wahana untuk mendidik siswa. Seperti yang diamanatkan oleh kurikulum (2004:2) bahwa pendidikan Sains menekankan pada pemberian penga-laman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk ―mencari tahu‖ dan ―berbuat‖ sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Hambatan bahwa pembelajaran Sains dengan melaksanakan kerja ilmiah menggunakan banyak alat dapat disiasati dengan pemberdayaan siswa, sehingga tidak semua alat harus disediakan oleh guru. Guru harus membuat rencana yang matang tentang alat apa yang dapat dibawa oleh siswa. Hambatan bahwa pembelajaran Sains dengan melaksanakan kerja ilmiah memerlukan banyak biaya, dapat diberi solusi dengan menambah wawasan guru tentang kerja ilmiah yang murah dan mudah serta sumber belajar Sains yang tidak perlu membeli. Misalnya tentang pemanfaatan barang bekas untuk membuat alat dan media belajar Sains, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar Sains yang tidak ada habisnya, dan lain-lain. Solusi ini juga dapat untuk mengurangi hambatan tentang peralatan belum memadai atau kurang lengkapnya alat bantu belajar. Hambatan bahwa pembelajaran Sains dengan melaksanakan kerja ilmiah memerlukan banyak waktu, memerlukan ketelatenan dan kesabaran ekstra, banyak aspek yang dinilai dapat diberi solusi dengan meningkat-kan pemahaman guru tentang hakikat pendidikan Sains dalam kurikulum 2004, ruang lingkup mata pelajaran Sains dan bagaimana mengelola pembelajarannya. Dengan pemahaman yang utuh guru akan menangkap ruh dari pendidikan Sains di SD, hal ini merupakan salah satu bekal awal untuk meningkatkan profesionalisme guru yang bersangkutan. Hal inilah yang dimaksudkan dengan mengembangkan kreatifitas guru melalui
modifikasi RP yang dicopy dari hasil KKG di tingkat kecamatan atau kota. Dengan modifikasi RP ini guru dapat meningkatkan mutu layanan profesionalnya, sehingga siswa dapat tumbuh dan berkembang di sekolah dengan optimal. Tentang kurangnya dukungan orang tua/wali murid dapat disiasati dengan penyampaian informasi tentang program kegiatan belajar mengajar kepada wali murid pada awal semester atau dengan pemberdayaan komite sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa hambatan yang dialami oleh guru pada dasarnya bersifat internal atau berasal dari dalam diri guru sendiri. Hal ini didukung oleh fakta bahwa di dalam rencana pembelajar-an yang dibuat oleh guru sangat jarang dimunculkan aspek kerja ilmiah. Hambatan yang bersifat eksternal berasal dari lingkungan, yaitu kondisi yang kurang mendukung pelaksanaan kerja ilmiah pada pembelajaran Sains. Artnya, baik kepala sekolah maupun pengawas kurang memberi motivasi dan bimbingan untuk pelaksanaan tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil temuan penelitian maka dapat disimpulkan (1) pelaksanaan kerja ilmiah pada pembelajaran Sains SD kelas IV di Kota Blitar pada Tahun Pelajaran 2005/2006 dapat dikatagorikan cukup. Artinya tidak semua indikator dari aspek kerja ilmiah dimunculkan dalam pembelajaran. (2) Frekuensi pelaksanaan kerja ilmiah pada pembelajaran Sains SD kelas IV termasuk dalam katagori cukup baik kuantitas maupun kualitasnya. Artinya, banyaknya indikator yang muncul dari masing-masing komponen kerja ilmiah termasuk dalam katagori cukup. Demikian juga pada sisi frekuensi pelaksanaan dari indikator yang muncul juga masih dalam katagori cukup. (3) Hambatan yang dialami oleh guru pada umumnya bersifat internal atau berasal dari dalam diri guru sendiri, dan faktor lingkungan yang kurang kondusif.
Saran
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan simpulan di atas, maka untuk meningkatkan pelaksanaan aspek kerja ilmiah pada pembelajaran Sains SD khususnya di kelas IV disarankan: (1) sekolah hendaknya lebih mengefektifkan Kelompok Kerja Guru (KKG) sebagai upaya terjadinya proses belajar terus menerus bagi guru untuk meningkatkan pemahaman tentang hakikat pendidikan Sains di SD, sekaligus pengelolaannya sehingga guru dapat meningkatkan mutu layanan profesinya; (2) Perlu adanya pemantauan dan arahan secara rutin dari Kepala Sekolah maupun Pengawas Sekolah tentang pelaksanaan kerja ilmiah pada pembelajaran Sains SD khususnya di kelas IV; dan (3) Perlu adanya penelitian lanjutan yang lebih spesifik lagi melalui penelitian kualitatif untuk mengungkap kualitas kerja ilmiah yang dilakukan di SD, sehingga akan lebih menyempurnakan hasil penelitian ini.
DAFTAR RUJUKAN
Dahar, RW. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Depdiknas. 2003.Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata pelajaran Sains. Jakarta: Depdiknas.
Hendro S. & Jenny R. E. K. 1991/1992. Pendidikan IPA II. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPTK.
Noor, Idris HM. 2000. Sebuah Tinjauan Teoritis Tentang Inovasi Pendidikan di Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No.026 Tahun ke-6, Oktober 2000. Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Depdiknas.
Semiawan, C.1985. Pendekatan keterampilan proses. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar